Ainathul wahda khoiriyyah
Rabu, 08 Oktober 2014
Rabu, 27 Agustus 2014
Keutamaan berbakti kepada orang tua

Silahkan buka pembahasan sebelumnya tentang Berbakti kepada Orang Tua dalam Al Quran.
Bagaimana
keutamaan berbakti orang tua dalam Hadist Nabawy, diantaranya sebagaimana
dijelaskan riwayat-riwayat berikut :
Beberapa
riwayat hadist menjelaskan bahwa pertanyaan pertama bagi seorang pemuda yang
hendak berjihad ialah menanyakan apakah kedua orang tuanya masih hidup, apakah
kedua orang tuanya mengizinkannya untuk pergi berjihad, apakah orang tuanya
begitu membutuhkan anaknya tersebut untuk dapat membantu mereka.
لحديث عبدالله بن عمر رضي الله عنهما قال: جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ يَسْتَأْذِنُهُ فِي الجِهَادِ فَقَالَ: أَحَيٌّ وَالدَاكَ؟ قاَلَ: نَعَمْ، قال: فَفِيْهِمَا فَجَاهِدْ
“Abdullah bin ‘Amr bin Ash r.a. berkata bahwa ada
seorang lelaki yang datang kepada Nabi saw. Dia meminta izin untuk ikut
berperang. Maka Rasulullah saw bertanya kepadanya, “Apakah kedua orangtuamu
masih hidup ?” Dia menjawab, “Ya.” Rasulullah saw bersabda, “Berjuanglah untuk
kepentingan mereka.” (HR Bukhari Muslim)
Hadist
di atas juga menjadi catatan bagi fenomena gerakan terorisme, yang mengaku
mengatasnamakan jihad untuk melakukan apa saja, apakah oknum mereka merekut
para pengantin (pelaku bom bunuh diri) atau tindakan terror lainnya telah
meminta izin dari orang tua mereka?, apakah mereka tidak sadar bahwa ternyata
berbakti kepada orang tua pada usia muda ialah suatu keutamaan agama ? Mengapa
mereka justru mendahulukan suatu hal yang justru menyakiti hati para orang tua
mereka dengan melakukan tindakan terror ? … dan mungkin masih banyak lagi
pertanyaan yang seharusnya menyadarkan kita bahwa terorisme bukanlah bagian
dari ajaran agama Islam.
Ternyata
cara masuk surga tidak perlu jauh-jauh, ada pintu yang mudah dan istimewa yaitu
berbakti kepada orang tua.
فعن أبي الدرداء رضي الله عنه قال: سمعت رسول الله يقول: الوَالِدُ أَوْسَطُ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ فَإِنَّ شِئْتُ فَأَضَعُ ذَلِكَ الْباَبَ أَوْ اَحْفَظُهُ
“ORANG
TUA adalah PINTU SURGA YANG PALING TENGAH, terserah kamu, hendak kamu
terlantarkan ia, atau kamu hendak menjaganya”(Hadist riwayat Tirmidzi)
Maksud
pintu surga yang paling tengah adalah pintu yang PALING BAGUS dan PALING
TINGGI. Dengan kata lain, sebaik-baik sarana yang bisa mengantarkan seseorang
ke dalam surga dan meraih derajat yang tinggi adalah dengan mentaati orangtua
dan menjaganya.”
Selain
itu ada pula hadist yang menyatakan kerugian dan celaka bagi orang yang tidak
berbaki kepada orang tua :
وعن أبي هريرة رضي الله تعالى عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال رَغِمَ أَنْفُهُ ثُمَّ رَغِمَ أَنْفُهُ ثُمَّ رَغِمَ أَنْفُهُ ، قِيْلَ :مَنْ ياَ رَسُوْلُ اللهِ ؟ قال : مَنْ أَدْرَكَ أَبَوَيْهِ عِنْدَ الْكِبَرِ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَيْهِمَا فَلَمْ يَدْخُل الْجَنّةَ
Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sungguh celaka… sungguh celaka… sungguh
celaka..”, lalu dikatakan, “Siapakah itu wahai Rasulullah?” Beliau bersabda,
“Yakni orang yang mendapatkan salah satu
orangtuanya,
atau kedua orangtuanya berusia lanjut, namun ia tidak masuk surga.” (HR Muslim)
Selasa, 26 Agustus 2014
Cerita pendek " Kasih seorang ibu "

Akan tetapi
sejak pulang dari kota besar, sang ibu berubah dan tidak mau lagi
mengurus anaknya, biar pun anaknya pulang sangat larut malam, sang ibu
tidak pernah mengindahkannya, bahkan tidak memasak lagi di rumah. Ketika
sang anak merasa lapar dan memberitahukan pada sang ibu, dia hanya
menjawab dengan nada dingin: “Kamu sudah besar, apakah masih belum bisa
masak sendiri?”
Dari itu, sang
anak berpikir bahwa sang ibu tidak sayang padanya lagi, lalu timbul
perasaan tidak senang dan benci pada sang ibu, dia mulai mencuci pakaian
sendiri, menata kamar sendiri, saat lapar memasak sendiri, semua urusan
harus dikerjakan sendiri, sebab biar pun dirinya merasa lelah, haus,
lapar atau mengantuk, sang ibu tidak pernah memperdulikannya. Dalam hati
dia beranggapan kalau sang ibu sudah tiada.
Tak
seberapa lama kemudian, sang ibu pun meninggal dunia, selama selang
waktu ini, sang anak sudah jauh hubungannya dengan sang ibu, bahkan
bersikap dingin dan seakan bermusuhan, sehingga kematian ibunya tidak
membawa dampak kesedihan sama sekali pada dirinya.
Selanjutnya
ayahnya kimpoi kembali, setelah ibu tirinya tinggal di rumah mereka,
dia merasa ibu tirinya sangat baik padanya, paling tidak masih
menyisakan sedikit lauk dan nasi baginya, setelah lelah seharian tidak
perlu memasak sendiri, jadi hubungan dengan ibu tirinya masih terhitung
cukup harmonis.
Sang anak belajar
dengan keras dan akhirnya berhasil dalam ujian masuk perguruan tinggi.
Akan tetapi dikarenakan kondisi ekonomi keluarga tidak baik, maka dia
tidak ada dana untuk membayar uang kuliah, ketika sedang diliputi
kecemasan, ayahnya menyerahkan sebuah kotak kecil kepadanya dan
memberitahukan kalau sebelum ibunya meninggal dunia ada berpesan agar
pada saat menemui kondisi paling sulit, baru boleh menyerahkan kotak ini
kepadanya.
Sang anak menerima
kotak ini dari ayahnya, ketika dibuka ternyata di dalamnya ada setumpuk
uang dengan selembar surat di sampingnya.
Dalam surat tersebut tertulis pesan ibunya:
Anakku,
kali itu ketika ibu pergi ke kota, sebetulnya ibu pergi memeriksakan
kesehatan tubuh, setelah dilakukan pemeriksaan, barulah ibu tahu kalau
ibu terkena kanker dan sudah stadium akhir, saat itu ibu hampir-hampir
tidak bisa berdiri lagi. Ibu bukan khawatir akan diri ibu, akan tetapi
ibu khawatir akan dirimu. Ibu berpikir jika ibu sudah tiada, bagaimana
dengan dirimu nanti? Kamu masih kecil, bagaimana kamu bisa melanjutkan
hidup? Bagaimana menghadapi masa depanmu?
Dari
itu, sepulangnya ibu ke rumah, ibu bersikap dingin kepadamu dan ingin
kamu mengerjakan sendiri semuanya, juga tidak peduli lagi padamu agar
kamu membenci ibu, dengan demikian sesudah ibu sudah tidak ada di dunia
ini lagi nanti, kamu tidak akan diliputi dengan kesedihan.
Anakku,
walau ibu tidak pernah bertanya padamu, namun di dalam hati ibu
sebetulnya tetap mengkhawatirkan dirimu, setiap kali kamu pulang larut
malam, walau ibu tidak membuka pintu untuk melihat dirimu, namun ibu
tetap menunggumu pulang.
Ketika
kamu pulang dengan tubuh lelah dan perut lapar, ibu membiarkanmu masak
sendiri, sebab ibu berharap sesudah ibu tiada nanti, kamu bisa menjaga
diri. Dulu ibu mengerjakan semuanya untukmu, namun sesudah ibu tiada
nanti, siapa lagi yang akan menjagamu? Segala sesuatu di kemudian hari
harus bergantung pada dirimu sendiri.
Ibu
berlaku buruk padamu, bahkan tidak memasakkan nasi untukmu dan semua
pekerjaan harus kamu lakukan sendiri, maka dengan demikian ketika nanti
ayahmu kimpoi kembali, kamu akan berpikir bahwa ibu baru akan lebih baik
dari ibu, sehingga kalian akan dapat berhubungan dengan baik dan
hari-harimu akan lebih mudah dilalui.
Dalam
kotak ini ada uang 5000 dolar yang diberikan nenek kepada ibu,
sebetulnya ini adalah uang berobat ibu, namun ibu tidak rela
menggunakannya, ibu tinggalkan untukmu dengan harapan ketika nanti kamu
masuk perguruan tinggi dan membutuhkan uang, kamu dapat menggunakannya.
Sekarang, ibu meminta bantuan ayah untuk menyampaikannya kepadamu.
Air
mata segera mengaburkan mata sang anak, juga mengaburkan sepasang mata
kita yang membaca kisah ini, kasih ibu terhadap anak sungguh tanpa
pamrih dan penuh akal budi, mana mungkin ada ibu yang tidak mengasihi
anaknya?
Ketika dia harus menahan
perhatian dan kasih dalam hatinya kepada anak, harus berusaha keras
untuk memperlihatkan wajah dingin kepada anaknya, saya sungguh sulit
membayangkan, betapa menderitanya perasaan ibu ketika itu, namun demi
perkembangan anak yang lebih baik dan kehidupan anak yang lebih
berbahagia di masa mendatang, ibu rela menerima segala kesedihan, bahkan
tidak menyesal untuk membiarkan sang anak salah paham terhadapnya.
Namun apakah sebagai anak, kita mau memahami isi hati ibu?
Teringat
pernah sekali, di dalam sebuah lift bertemu dengan seorang anak, ketika
ibunya dengan sabar membimbingnya, anak ini terlihat tidak sabaran dan
mengeluhkan kalau ibunya cerewet, bahkan marah-marah dan meminta ibunya
agar tutup mulut. Ibunya juga marah, namun tetap menahan diri dengan
terus meminum air mineral di tangannya, pada saat ini sang anak sama
sekali tidak sadar akan betapa sedihnya hati ibunya.
Cinta
kasih harus dirasakan dengan kesungguhan hati, ketika kita membantah
ayah dan ibu kita, mengapa kita tidak menyadari kalau sepatah perkataan
penuh emosi kita telah pun menyebabkan luka mendalam di dalam hati ayah
dan ibu. Ketika ayah dan ibu sedang memberi bimbingan kepada kita,
apakah kita dapat menyadari betapa besarnya hati kasih orangtua kepada
anak? Atau kita menganggap ayah dan ibu tidak senang melihat kita dan
selalu mencari masalah pada diri kita.
Ketika ibu memukul dan memarahi kita, apakah itu benar-benar disebabkan karena ibu tidak menyukai kita?
Pernah
mendengar seorang ibu berkata demikian: Anak-anak tersayang, tidak
semua ibu dapat berbuat seperti yang kalian harapkan, kalian semestinya
mau mengerti akan tindakan ibu kalian dan jangan pernah menyalahkannya.
Saya percaya, ibu kalian dan termasuk ayah kalian akan mencintai kalian
selama-lamanya, tak peduli metode apa yang dipergunakan, mereka akan
tetap berdiri di sisi kalian untuk selama-lamanya, tetap berharap kalian
agar kalian cepat tumbuh dewasa dan nantinya dapat berbuat lebih banyak
bagi negara dan masyarakat.
Benar sekali, ibu selalu mengasihi kita, mengapa kita masih saja meragukannya?
Apakah
kita tahu kalau di mata ibu, kita selama-lamanya adalah anak-anak, biar
pun kita telah berusia 80 tahun dan punya banyak anak cucu, ibu kita
tetap mengkhawatirkan diri kita: apakah pakaian yang dikenakan sudah
cukup hangat, apakah di malam hari tubuh ada ditutup selimut dengan
baik, apakah ada makan kenyang, dan seterusnya.
Kasih
ibu adalah sedemikian besar dan tanpa pamrih, bagaikan sumber air yang
terus mengalir deras tanpa pernah berhenti. Akan tetapi, bilakah kita
sebagai anak dapat benar-benar memahami akan isi hati ibu?
Pernah
ada orang yang mengumpamakan kasih ibu bagaikan tanaman bunga di tepi
jalan, tiada orang yang peduli, tiada orang yang merawat, tiada orang
yang memberi perhatian, namun tak peduli dalam cuaca bertopan, hujan
deras atau hawa dingin membeku, asalkan ada sedikit sinar mentari dan
embun hujan, dia akan tetap tumbuh dan berbunga lebat.
Jangan
lagi mengenyampingkan tali kasih ini, kasih ibu tiada pamrih dan kita
perlu secepatnya memahaminya dengan sepenuh hati, merasakannya dengan
sepenuh hati dan membalas budi luhurnya dengan sepenuh hati.
“Pohon
ingin tetap tenang, namun angin terus berhembus; anak ingin berbakti,
namun orangtua sudah tiada”, pastikan penyesalan seperti ini jangan
sampai terjadi dalam kehidupan kita ini. Kita harus tahu bahwa ketika
kita membuka pintu rumah dan memanggil “Ibu”, masih ada orang orang yang
menyahut adalah suatu hal yang sangat membahagiakan. Dari itu, marilah
kita menghargai kasih sayang termurni dan paling sulit diperoleh di
dunia ini, kita juga harus membalas budi luhur ibu dengan cinta kasih
kita yang paling tulus.
Langganan:
Postingan (Atom)